Paesnya mbak Kahiyang kok gak pake garis emas gitu dipinggirnya?
emang beda atau lupa, ya?
Ini status yang diposting seorang teman saya pada akun Facebook nya saat #jokowimantu. Yang dimaksud dengan "garis emas" barangkali adalah prodo yang biasanya dipasang pada bagian tepi cengkorongan/paes pada tata rias Paes Ageng. Sedangkan pernikahan mba Kahiyang sendiri menggunakan adat Solo Keprabon. Busana dan riasan pada tata rias Solo Keprabon ini mirip dengan Solo Basahan, yang membedakan adalah pada pengantin pria dan wanita Solo Keprabon selain memakai kain dodotan juga dilengkapi dengan pakaian semacam bolero bahan bludru dengan sulaman benang emas dan payet.
Bagi sebagian orang barangkali tidak mudah membedakan antara pengantin Jawa dengan adat Solo dengan Jogja. Mirip tapi sebenarnya sangat berbeda. Pada awal merias pengantin dulu, saya bahkan kesulitan membedakan antara blangkon solo dengan Jogja. Sampai akhirnya mengerti cara termudah adalah dengan melihat bagian belakangnya, Kalau ada "sayap' dan mondolan atau bulatan gitu berarti blangkon Jogja sedangkan blangkon solo bagian belakangnya lebih rata dan tanpa mondolan.
Adanya mondolan di bagian belakang inipun konon merupakan filosofi bahwasannya masyarakat Jawa itu pandai menyimpan rahasia apalagi yang menyangkut aib, halus bertutur kata dan selalu berhati-hati dalam setiap tindakan.
Kembali ke soal busana pengantin Solo. Ada tiga jenis tata rias Solo, yaitu Solo Putri, Solo Basahan dan Solo Basahan Keprabon/Sikepan Ageng.
Solo Putri
Busana pengantin putri pada tata rias Solo Putri berupa kain/jarit dengan motif sidomukti, sido mulyo dan sido asih yang diwiru selebar dua jari (wiru pada kain pria lebih lebar). Pemilihan kain dengan motif tertentu ini mengandung makna filosofi dimana diharapkan keluarga yang dibina nantinya mencapai kemulyaan dan kebahagiaan.
Setelah memakai kain kemudian diikat dengan stagen agar rapi, lantas dipakaikan staples atau long torso baru kemudian kebaya panjang selutut. Kebaya terbuat dari bahan bludru dengan potongan klasik. Kain bludru yang dipakai biasanya berwarna hitam, merah, biru, hijau ungu atau coklat. Dihiasi dengan sulaman benang emas dan payet. Pakaian pengantin putri ini juga di lengkapi dengan selop berbahan beludru yang warnanya senada dengan kebaya. Bentuk selopnya tertutup pada bagian depan dan bertumit tinggi.
Riasan wajah pengantin putri bernuansa emas dan coklat, sedangkan lipstick berwarna merah cerah. Yang menjadi ciri khas adalah pemakaian cengkorongan/paes berwarna hitam. Berbeda dengan paes pada pengantin Jogja Paes ageng yang meruncing dengan ditempeli prada pada tepiannya, sedangkan paes pada Solo Putri dan Solo basahan bentuknya lebih membulat berwarna hitam dan hijau. Perbedaan lainnya terletak pada ronce melati, pada pengantin Solo berbentuk rangkaian pager timun sedangkan Jogja berupa gulungan panjang yang disebut gajah ngoling.
Untuk pengantin pria mengenakan beskap langenharjan berwarna hitam , rompi senada serta hem dan dasi putih. Untuk penutup kepala mengenakan kuluk kanigaran berwarna senada dengan stripe emas, atau blangkon khas Surakarta. Asessorisnya lebih sederhana, berupa bros yang disematkan di sebelah kiri, kalung panjang, selop serta keris ladrang. Tak lupa sepasang sumping yang terbuat dari bunga melati setengah mekar, ditusuk dengan lidi/jepit dan diselipkan pada telinga kanan dan kiri.
Solo Basahan
Pakaian pada Solo basahan putri berupa kemben, kampuh atau kain dodotan yang bermotif dedaunan, cinde, sekar abrit jarit dan buntal yang terbuat dari daun pandan yang memiliki makna sebagai penolak bala. Pada Solo basahan, cengkorongan/paes yang dipakai berwarna hijau.
Untuk pengantin putra pakaiannya berupa celana cinde sekar abrit, stagen, sabuk timang, epek dan tak lupa kain dodotan/kampuh serta buntal yang dipasang melingkar dari pinggang dan menjuntai ke depan. Dilengkapi dengan kuluk, kalung panjang, selop dan keris warongko ladrang.
Solo Basahan Keprabon/ Sikep Ageng
Biasanya dipakai oleh kalangan bangsawan keraton. Bentuknya sama dengan Solo basahan, hanya saja dilengkapi dengan pakaian luaran (semacam bolero) seperti yang dikenakan pada resepsi pernikahan Kahiyang Ayu dan Boby Nasution.
Tradisi tata rias dan busana yang terinspirasi dari busana yang dikenakan bangsawan Keraton Surakarta juga mengalami perkembangan. Busana Solo Putri dimodifikasi dengan diganti menggunakan kebaya broklat berpayet atau solo putri berhijab. Bahkan untuk Solo Basahan saat ini kain dodotan ada juga yang instan, tinggal pasang tanpa repot melilit-lilitkannya lagi. Make up yang dikenakanpun semakin berani bermain warna, tidak lagi terbatas warna emas dan coklat.
kalau lihat yang pakai adat ini terlihat anggun ya spt putri
BalasHapusBetul mb,dan biasanya si pengantin jadi lebih manglingi
HapusSuka melihatnya. Sekarang kyknya jg banyak modifikasi2 pakaian adat, utamanya buat yg berhijab masih bsa pakai yg busana adat yg tertutup tapi kepalanya dipakein hijab dgn hiasan yg mirip ya mbk TFS
BalasHapusSama2 mb
Hapus